Pemimpin
adalah seseorang yang diberi kedudukan tertentu dan dan bertindak sesuai dengan
kedudukannya tersebut. Pemimpin juga adalah seorang ahli dalam organisasi /
masyarakat yang diharapkan menggunakan pengaruh dalam melaksana dan mencapai
visi dan misi institusi / lembaga yang dipimpinnya. Dia adalah memimpin dan
bukan menggunakan kedudukan untuk memimpin. Sedangkan kepemimpinan adalah suatu
peranan dan proses mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan Menurut Islam
Kepemimpinan dalam Islam merupakan usaha menyeru manusia kepada amar makruf
nahi mungkar, menyeru berbuat kebaikan dan melarang manusia berbuat keburukan.
Kepemimpinan Islam adalah perwujudan dari keimanan dan amal saleh.
Oleh karena
itu seorang pemimpin yang mementingkan diri, kelompok, keluarga, kedudukannya
dan hanya bertujuan untuk kebendaan, penumpukan harta, bukanlah kepemimpinan
Islam yang sebenarnya meskipun si pemimpin tersebut beragama Islam, berlabelkan
Islam. Sebagaimana dipahami, bahwa tidak semua orang layak, mampu atau berhak
memimpin. Kepemimpinan adalah bagi dia atau mereka yang layak dan berhak saja.
Sejumlah pendapat mengatakan bahwa dianggap telah melakukan satu pengkhianatan
terhadap agama apabila diangkat seorang pemimpin yang tidak layak. Di dalam
Islam, pemimpin kadangkala disebut imam tapi juga khalifah. Dalam shalat
berjamaah, imam berarti orang yang didepan. Secara harfiyah, imam berasal dari
kata amma, ya’ummu yang artinya menuju, menumpu dan meneladani. Ini berarti
seorang imam atau pemimpin harus selalu didepan guna memberi keteladanan atau
kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan. Disamping itu, pemimpin disebut juga
dengan khalifah yang berasal dari kata khalafa yang berarti di belakang,
karenanya khalifah dinyatakan sebagai pengganti karena memang pengganti itu dibelakang
atau datang sesudah yang digantikan. Kalau pemimpin itu disebut khalifah, itu
artinya ia harus bisa berada di belakang untuk menjadi pendorong diri dan orang
yang dipimpinnya untuk maju dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar
sekaligus mengikuti kehendak dan arah yang dituju oleh orang yang dipimpinnya
kearah kebenaran Kepemimpinan Rasulullah Kepemimpinan Rasulullah s.a.w.
merupakan contoh terbaik dalam menghayati nilai-nilai kepemimpinan . Baginda
telah meletakkan kepentingan umat Islam mengatasi segala kepentingan diri dan
keluarga. Sifat-sifat kepemimpinan yang dihayati dan ditonjolkan baginda telah
menjadi rujukan para pengikut beliau di sepanjang zaman dan setiap generasi.
Rasulullah
SAW telah memberikan gambaran yang sangat rinci bagaimana beliau bersikap
sebagai seorang pemimpin; tidak pamer kemewahan dan tidak pula angkuh dengan
jabatan yang beliau sandang. Sebaliknya Rasulullah SAW senantiasa menampilkan
sikap keramahannya kepada umatnya, menyebarkan salam, menyantuni yang kecil, menghormati
yang tua, peduli pada sesama dan selalu tunduk dan takut kepada Allah SWT. Dzat
yang telah memberikan tugas dan tanggung jawab ke pundaknya. Meskipun Beliau
telah wafat ribuan tahun yang lalu, tetapi pengaruhnya tetap abadi hingga
sekarang, tidak lapuk dimakan zaman dan tidak lekang dimakan usia. Kepemimpinan
adalah pengaruh. Makin kuat kepemimpinan seseorang, akan makin kuat pula
pengaruhnya. Begitu pula dengan Rasulullah. Lalu, pemimpin seperti apakah
Rasulullah saw. sehingga pengaruhnya bisa menembus relung hati kita? Siang
malam kita merindukan berjumpa dengan Beliau sehingga rela berdesak-desakan di
raudhah (sebuah ruang dekat mimbar Masjid Nabawi di Madinah) sekalipun. Jawaban
dari semua itu ternyata, pertama, sebelum memimpin orang lain, Rasulullah saw.
selalu mengawali dengan memimpin dirinya sendiri. Beliau pimpin matanya
sehingga tidak melihat apa pun yang akan membusukkan hatinya. Rasulullah
memimpin tutur katanya sehingga tidak pernah berbicara kecuali kata-kata benar,
indah, dan padat akan makna. Rasulullah pun memimpin nafsunya, keinginannya,
dan memimpin keluarganya dengan cara terbaik sehingga Beliau mampu memimpin
umat dengan cara dan hasil yang terbaik pula. Sayang, kita sangat banyak
menginginkan kedudukan, jabatan, dan kepemimpinan. Padahal, untuk memimpin diri
sendiri saja kita sudah tidak sanggup. Itulah yang menyebabkan seorang pemimpin
tersungkur menjadi hina. Tidak pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang
lain. Seseorang hanya jatuh karena dirinya sendiri. Kedua, Rasulullah saw.
memperlihatkan kepemimpinannya tidak dengan banyak menyuruh atau melarang.
Beliau
memimpin dengan suri teladan yang baik. Pantaslah kalau keteladannya diabadikan
dalam Alquran,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (Q.S. Alahzab: 21).
Dalam
kehidupannya, Rasulullah saw. senantiasa melakukan terlebih dahulu apa yang ia
perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini sangat penting karena sehebat
apa pun yang kita katakan tidak akan berharga kecuali kalau perbuatan kita
seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak menyuruh orang lain sebelum
menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah tidak melarang sebelum melarang dirinya.
Kata dan perbuatannya amat serasi sehingga setiap kata-kata diyakini
kebenarannya. Efeknya, dakwah Beliau punya kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat.
Dalam Alquran Allah Azza wa Jalla berfirman,
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”
(QS Ashshaf: 3).
Ketiga,
kepemimpinan Rasulullah tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi Beliau
memimpin dengan kalbunya. Hati tidak akan pernah bisa disentuh kecuali dengan
hati lagi. Dengan demikian, yang paling dibutuhkan oleh manusia adalah hati nurani,
karena itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Rasulullah menabur cinta
kepada sahabatnya sehingga setiap orang bisa merasakan tatapannya dengan penuh
kasih sayang, tutur katanya yang rahmatan lil alaamiin, dan perilakunya yang
amat menawan. Seorang pemimpin yang hatinya hidup akan selalu merindukan
kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi yang dipimpinnya. Sabda Rasulullah saw.
“Sebaik-baik
pemimpin kalian ialah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia
mendoakan kebaikan kalian dan kalian mendoakannya kebaikan. Sejelek-jelek
pemimpin kalian ialah yang kalian membencinya dan ia membenci kalian. Kalian
mengutuknya dan ia mengutuk kalian.”
Pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dengan tulus dan menafkahkan
jiwa raganya untuk kemaslahatan umat. Ia berkorban dengan mudah dan ringan
karena merasa itulah kehormatan menjadi pemimpin, bukan mengorbankan orang
lain. pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting, karenanya siapa saja
yang menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan
kepemimpinannya untuk hal-hall yang tidak benar. Karena itu, para pemimpin dan
orang-orang yang dipimpin harus memahamii hakikat kepemimpinan dalam pandangan
Islam yang secara garis besar dalam lima lingkup.
1. Tanggung
Jawab,
Bukan
Keistimewaan. Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu
lembaga atau institusi, maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar
sebagai seorang pemimpin yang harus mampu mempertanggungjawabkannya,. Bukan
hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah Swt. Oleh karena itu, jabatan
dalam semua level atau tingkatan bukanlah suatu keistimewaan sehingga seorang
pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa sehingga
ia merasa harus diistimewakan dan ia sangat marah bila orang lain tidak
mengistimewakan dirinya. Contoh lain, ketika Umar bin Abdul Aziz, seorang
khalifah yang cemerlang datang ke sebuah pasar untuk mengetahui langsung
keadaan pasar, maka ia datang sendirian dengan penampilan biasa, bahkan sangat
sederhana sehingga ada yang menduga kalau ia seorang kuli panggul lalu orang
itupun menyuruhnya untuk membawakan barang yang tak mampu dibawanya. Umar
membawakan barang orang itu dengan maksud menolongnya, bukan untuk mendapatkan
upah. Namun ditengah jalan, ada orang memanggilnya dengan panggilan yang mulia
sehingga pemilik barang yang tidak begitu memperhatikannya menjadi
memperhatikan siapa orang yang telah disuruhnya membawa barangnya. Setelah ia
tahu bahwa Umar sang khalifah yang disuruhnya, iapun meminta maaf, namun Umar
merasa hal itu bukanlah suatu kesalahan. Karena kepemimpinan itu tanggung jawab
atau amanah yang tiodak boleh disalahgunakan, maka pertanggungjawaban menjadi
suatu kepastian, Rasulullah Saw bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu (HR.
Bukhari dan Muslim)
2.
Pengorbanan,
Bukan
Fasilitas Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau
kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan, tapi
justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan, apalagi ketika
masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan sangat sulit.
Karenanya dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz sebelum
menjadi khalifah menghabiskan dana untuk membeli pakaian yang harganya 400
dirham, tapi ketika ia menjadi khalifah ia hanya membeli pakaian yang harganya
10 dirham, hal ini ia lakukan karena kehidupan yang sederhana tidak hanya harus
dihimbau, tapi harus dicontohkan langsung kepada masyarakatnya. Karena itu
menjadi terasa aneh bila dalam anggaran belanja negara atau propinsi dan tingkatan
yang dibawahnya terdapat anggaran dalam puluhan bahkan ratusan juta untuk
membeli pakaian bagi para pejabat, padahal ia sudah mampu membeli pakaian
dengan harga yang mahal sekalipun dengan uangnya sendiri sebelum ia menjadi
pemimpin atau pejabat.
3. Kerja
Keras,
Bukan
Santai. Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan
mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat yang dipimpinnya untuk
Selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk bisa menjalani kehidupan yang
baik dan benar serta mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Untuk itu, para
pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan dan optimisme. Saat
menghadapi krisis ekonomi, Khalifah Umar bin Khattab membagikan sembako (bahan
pangan) kepada rakyatnya. Meskipun sore hari ia sudah menerima laporan tentang
pembagian yang merata, pada malam hari, saat masyarakat sudah mulai tidur, Umar
mengecek langsung dengan mendatangi lorong-lorong kampung, Umar mendapati masih
ada rakyatnya yang masuk batu sekedar untuk memberi harapan kepada anaknya yang
menangis karena lapar akan kemungkinan mendapatkan makanan. Meskipun malam
sudah semakin larut, Umar pulang ke rumahnya dan ternyata ia memanggul sendiri
satu karung bahan makanan untuk diberikan kepada rakyatnya yang belum
memperolehnya.
4.
Kewenangan Melayani,
Bukan
Sewenang-Wenang. Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena
itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar
untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin
sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda: Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka
(HR. Abu Na’im) Oleh karena itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi
pelayanan terhadap orang-orang yang dipimpinnya guna meningkatkan kesejahteraan
hidup, ini berarti tidak ada keinginan sedikitpun untuk menzalimi rakyatnya
apalagi menjual rakyat, berbicara atas nama rakyat atau kepentingan rakyat
padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga atau golongannya. Bila
pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah pengkhianat
yang paling besar, Rasulullah Saw bersabda:
“Khianat
yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya (HR.
Thabrani)”.
5.
Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor
Dalam segala
bentuk kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan pelopor, bukan
malah menjadi pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran
dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyat yang
dipimpinnya, maka ia telah menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan
hidup sederhana dalam soal materi, maka ia tunjukkan kesederhanaan bukan malah
kemewahan. Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor
dan teladan dalam kebaikan dan kebenaran. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah
Saw tunjukkan keteladanan dan kepeloporan dalam banyak peristiwa. Ketika
Rasulullah Saw membangun masjid Nabawi di Madinah bersama para sahabatnya,
beliau tidak hanya menyuruh dan mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi
beliau turun langsung mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun.
Beliau membawa batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan sehingga ketika
para sahabat yang lebih muda dari beliau sudah mulai lelah dan beristirahat,
Rasul masih terus saja membawanya meskipun ia juga nampak lelah. Karena itu
seorang sahabat bermaksud mengambil batu yang dibawa oleh nabi agar ia yang
membawanya, tapi nabi justeru menyatakan: “kalau kamu mau membawa batu bata,
disana masih banyak batu yang bisa engkau bawa, yang ini biar tetap aku yang
membawanya”. Karenanya para sahabat tetap dan terus bersemangat dalam proses
penyelesaian pembangunan masjid Nabawi. selanjutnya kriteria apa saja yang
dapat kita gunakan untuk menguji sudah sejauh mana kita mampu meniru gaya
kepemimpinan Rasulullah SAW tersebut? Setiap masa kita selalu mendambakan
seseorang yang menjadi panutan yang paling ideal bagi kita. Kita masih perlu
belajar untuk mengevaluasi sudah sejauh mana kita mampu mengikuti jejak
Rasulullah itu. Disini, penulis ingin mengetengahkan beberapa prinsip
kepemimpinan dalam Islam sekaligus menyertakan beberapa kriteria sebagai bahan
evaluasi bagi para pemimpin. Penulis hanya akan membatasi pada lima prinsip
saja mengingat keterbatasan waktu dan ruang. Tentunya, yang menjadi sandaran
penulis dalam mengangkat prinsip-prinsip kepemimpin ini dengan mengacu kepada
kepemimpinan Muhammad Rasulullah SAW. Prinsip kepemimpinan Rasulullah SAW
tersebut antara lain:
Pertama,
bertanggung jawab. Rasulullah SAW senantiasa berpegang kepada aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Segala sesuatu yang beliau lakukan hanyalah karena
Allah SWT semata. Tugas, pangkat dan jabatan tersebut datangnya jua dari Allah
SWT, maka kepada Allah SWT pulalah kita mempertanggungjawabkannya. Tatkala
suatu perintah dari Allah datang kepada Muhammad SAW, maka beliaupun segera
menjalankan perintah tersebut sekaligus menyampaikannya kepada seluruh umat
manusia. Inilah yang disebut dengan bentuk pengabdian seorang hamba yang paling
tinggi. Beliau tak pernah menunda-nunda dalam urusan mengerjakan perintah Allah
SWT. Sudah tentu pula bahwa tingkat kepatuhan seorang hamba yang paling rendah
itu adalah dengan menunda-nunda pekerjaan yang diberikan kepadanya. Tingkatan
kedua adalah mengerjakan perintah Allah SWT tersebut, tapi masih diikuti oleh
rasa ragu-ragu. Dan Rasulullah SAW terhindar dari dua sikap yang terakhir ini.
Sekali lagi, tingkat kepatuhan seorang hamba itu akan terlihat manakala ia
mengerjakan perintah Allah SWT tersebut dengan hati yang gembira, dan
kegembiraan itu muncul dari dalam hatinya sendiri. Kita harus bercita-cita dan
berusaha untuk meraih tingkat kepatuhan kepada Allah SWT dengan tingkat
kapatuhan yang paling tinggi sebagaimana yang telah diraih oleh Rasulullah SAW.
Kedua, rendah
hati. Para pemimpin saat ini cenderung memperlihatkan perhatiannya terhadap
kekuasaan dan kakayaan dari pada memperhatikan etika dan moral, ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan, tak terkecuali pemimpin Muslim,
semuanya sama saja. Pada kenyataannya, banyak diantara pemimpin Muslim itu yang
angkuh, sombong dan tak tahu diri. Sungguh sangat naif sekali bagi para
pemimpin yang berfikir semacam ini. Rasulullah SAW membuat standar kepemimpinan
tersebut berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan pada hasrat atau keinginan
untuk meraih sebuah status, pangkat atau jabatan. Dari beberapa contoh diatas
tadi, kita dapat mengevaluasi gaya kepemimpinan kita. Baik sebagai pemimpin di
masyarakat sekitar atau pemimpin suatu bangsa. Adakah kepemimpinan kita
tersebut seimbang antara kemauan yang kita miliki dan kemampuan yang ada pada
diri kita? Bila kita merasa tak mampu, maka berikanlah kesempatan kepada mereka
yang lebih mampu untuk menjadi pemimpin itu.
Ketiga, senantiasa mencari dan berbagi ilmu.
Rasulullah SAW tidak pernah berhenti dan menyerah dalam mencari dan menuntut
ilmu. Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa ilmu tersebut harus
senantiasa dikejar dan dicari. Bagaimana kita bisa mengaplikasikan kriteria ini
dalam kepemimpinan modern sekarang? Salah satu bentuk ilmu pengetahuan yang
sangat berkembang dengan pesatnya saat ini adalah teknologi dan informasi.
Sebagai seorang Muslim, kita harus menyadari adanya revolusi teknologi ini.
Masyarakat Muslim saat ini boleh dibilang masyarat yang gagap teknologi. Dalam
menyikapi persoalan masyarakat Muslim yang dinilai gagap teknologi ini, muncul
beberapa perbedaan pandangan di tengah masyarakat baik secara individu,
kelompok, organisasi atau institusi. Disini perlu dialog yang membangun untuk
bisa saling bertukar ilmu pengetahuan, menumbuhkan sikap saling menghargai dari
berbagai sudut pandang yang bervarisi, menentukan agenda kerja yang jelas serta
bekerja sama secara sehat dalam rangka memahami risalah yang telah diembankan
oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Sungguh sangat jarang sekali diantara
kita yang mengklaim memiliki ilmu pengetahuan tentang Islam secara mendalam.
Karena itu alangkah indahnya bila kita mau berbagi ilmu dalam area yang lebih
spesifik lagi, misalnya dalam perkara yang berkaitan langsung sesama manusia,
seperti, bagaimana pendekatan seorang Muslim dalam masalah transaski keuangan.
Kriteria lain yang akan muncul adalah bagaimana kita mendemonstrasikan Islam
ketika kita berhubungan dengan orang lain. Entah itu dengan bawahan atau atasan
kita, klien kita, tetangga dan sebagainya. Barangkali salah satu cara yang
paling baik untuk berbagi ilmu tersebut adalah dengan mengekspresikannya
melalui profesi kita masing-masing, baik sebagai seorang dokter di rumah sakit
atau seorang peneliti di laboratorium dan lain sebagainya.
Keempat, mau
mendengarkan dan tanggap situasi. Kita lihat bagaimana Rasulullah SAW bersikap
dalam mengambil sebuah keputusan. Banyak orang yang datang kepada Rasulullah
SAW untuk mengadu. Namun sebelum beliau mengeluarkan suatu keputusan, terlebih
dahulu beliau mencari informasi yang lebih banyak lagi. Keputusan dari
Rasulullah SAW baru akan keluar setelah beliau merasa cukup dan memahami
persoalan dan situasi yang dihadapinya. Keinginan untuk mau mendengarkan orang
lain, dan memahami apa yang didengar serta mengeluarkan keputusan tersebut
sesuai dengan ketetapan Alquran dan syari’ah, merupakan kriteria yang telah
diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Dan tanggap situasi tidak
selamanya berati memberikan solusi terhadap suatu persoalan pada saat itu juga.
Akan tetapi, memberikan solusi atau mengeluarkan keputusan setelah mengumpulkan
beberapa informasi yang cukup terlebih dahulu.
Kelima,
membangkitkan semangat orang lain. Salah satu kualitas Rasulullah SAW yang
paling indah adalah sikap lemah lembut dan kehalusan budi pekertinya serta
komitmennya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Pokok ajaran Islam
itu universal dan diakui bahkan oleh kalangan non-Muslim sekalipun. Dalam
Islam, untuk menjadi seorang yang mampu mengendalikan roda kehidupan
masyarakat, haruslah berasal dari perasaan cinta dan kerinduan. Kita akan tahu
bahwa kita adalah pemimpin yang efektif bilamana masyarakat sudah percaya
dengan diri mereka sendiri. Yang membuat kita berdecak kagum dengan kepemimpinan
Rasulullah SAW tersebut adalah dimana saat ini tidak ada pemimpin yang mampu
meniru gaya kepemimpinan Rasulullah SAW itu. Pada saat yang sama, Rasul itu
adalah seorang pakar sosiologi, pemimpin perang, pemimpin bertaraf
internasional, seorang menejer, kepala negara, ahli fisafat dan seorang
visioner, hanya untuk menyebutkan beberapa keahlian yang dimiliki Rasulullah
SAW, dan masih banyak lagi yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Melalui Rasulullah ini jualah, kita bisa melihat bahwa Islam adalah agama yang
komprehensif. Dalam al-Qurân surah al-Ahzab ayat 21 ,
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
pada (diri) Rasulullah itu ada suri teladan yang baik bagi orang yang
mengharapkan(rahmat / keridaan) Allah, dan (kedatangan) Hari Akhirat dan dia
banyak menyebut / mengingat Allah”.
Setiap orang
memiliki tanggung jawab kepemimpinan, seperti seorang ayah, guru, menejer di
sebuah perusahaan, pimpinan organisasi, buruh atau karyawan bahkan dalam setiap
pekerjaan yang kita lakukan. Islam adalah “A way of life” yang tidak hanya
terfokus pada persoalan ibadah semata, tapi Islam juga berkaitan dengan semua
urusan kehidupan manusia. Menjadi seorang pemimpin tak hanya mengerti terhadap
tugas dan tanggung jawab saja, namun lebih dari itu, sebagai seorang pemimpin
kita juga dituntut untuk memiliki adab dan memberikan contoh kehidupan seorang
pemimpin yang layak dan patut untuk ditiru oleh masyarakatnya.